Indonesia Semakin Serius Garap Energi Hijau: Fokus pada Panas Bumi, Hidrogen, dan Pendanaan Iklim di Kuartal IV 2025

Jakarta, 9 Oktober 2025 — Setelah fokus pada transisi energi selama paruh kedua tahun ini, Kuartal IV 2025 menjadi babak penting bagi Indonesia dalam mempercepat realisasi proyek-proyek energi baru terbarukan (EBT) dan menarik investasi hijau global.

Proyek Panas Bumi dan PLTS Terapung Siap “Nyalakan” Kuartal Akhir

Akselerasi proyek-proyek EBT kian terlihat. Di sektor Panas Bumi, sebuah perusahaan joint venture baru yang lahir dari kolaborasi antara DSSR dan FirstGen siap menggarap proyek masif berkapasitas total 440 Megawatt (MW) di enam lokasi strategis di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. Kolaborasi ini menunjukkan kuatnya peran swasta nasional dalam memanfaatkan potensi Geothermal Indonesia.

Selain itu, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung 46 MW di Batam ditargetkan mulai beroperasi penuh pada akhir Kuartal IV 2025. Proyek ini akan menjadi salah satu pemasok listrik hijau penting di wilayah kepulauan.

Pemerintah Fokus Tarik Investasi Melalui Dana Iklim

Di sisi kebijakan, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) terus memperkuat komitmen untuk menarik pendanaan global dengan penerapan Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Indonesia telah sukses mencatat perolehan Result-Based Payment (RBP) sebesar $103,8 juta dari Green Climate Fund (GCF) untuk skema REDD+ di sektor kehutanan.

Komitmen ini diperkuat dengan digelarnya Indonesia International Sustainability Forum (ISF 2025) pada 10-11 Oktober, yang bertujuan memposisikan Indonesia sebagai Hub Regional Investasi Berkelanjutan. Forum ini akan menjadi wadah bagi investor untuk merealisasikan proyek transformasional di bidang transisi energi, ekonomi biru, hingga hilirisasi mineral berkelanjutan.

Meski demikian, pengamat dari IESR (Institute for Essential Services Reform) mengingatkan adanya tantangan, terutama dalam pengembangan Hidrogen Hijau. Biaya produksi yang masih tinggi, kebutuhan pasokan listrik EBT yang besar, dan ketersediaan infrastruktur pengiriman menjadi tiga faktor utama yang harus diprioritaskan oleh pemerintah dan pelaku industri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *