JAKARTA, 9 Oktober 2025 – Kasus hukum yang menjerat aktivis Silfester Matutina kembali memanas. Setelah divonis bersalah dalam kasus dugaan fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), Silfester melalui kuasa hukumnya berencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK) yang kedua ke Mahkamah Agung (MA).
Memperjuangkan Keadilan di Tingkat Akhir
Permohonan PK Kedua ini adalah upaya hukum luar biasa yang sangat jarang terjadi dan hanya dapat diajukan jika terdapat keadaan baru yang sangat mendesak (Novum) atau terdapat kekhilafan hakim yang nyata dalam putusan PK sebelumnya.
Silfester Matutina sebelumnya dinyatakan bersalah atas dugaan penyebaran berita bohong atau fitnah terkait dengan isu keterlibatan JK dalam kasus dugaan korupsi. Pihak kuasa hukum Silfester bersikeras bahwa kliennya adalah korban kriminalisasi dan penetapan status hukumnya didasarkan pada proses yang tidak adil.
Dengan mengajukan PK kedua, tim kuasa hukum berharap MA dapat meninjau ulang seluruh fakta dan pertimbangan hukum yang telah diputus sebelumnya, terutama dalam konteks hak kebebasan berpendapat dan menyampaikan kritik.
Pandangan Hukum Mengenai PK Kedua
Secara hukum, pengajuan PK kedua, meskipun dimungkinkan, seringkali menghadapi tantangan besar. Berdasarkan ketentuan di Mahkamah Agung, seorang terpidana hanya diperbolehkan mengajukan Peninjauan Kembali satu kali saja. Namun, dalam praktik peradilan, MA pernah memutus perkara PK kedua, meskipun dengan syarat-syarat yang sangat ketat.
Kasus Silfester ini akan menjadi sorotan publik dan para akademisi hukum. Prosesnya akan menguji konsistensi MA dalam menerapkan prinsip ne bis in idem (tidak dapat diadili dua kali untuk perkara yang sama) dan sejauh mana terobosan hukum dapat dilakukan demi mencari kebenaran materiil dan keadilan sejati.