JAKARTA, 14 Oktober 2025 – Ketegangan geopolitik global mencapai titik didih hari ini, terbagi antara eskalasi di Eropa Timur dan kegagalan diplomatik di Timur Tengah. Di Eropa, risiko konflik meningkat setelah NATO dilaporkan menggelar latihan perang nuklir sebagai respons terhadap invasi Rusia. Di saat yang sama, muncul laporan bahwa serangan Ukraina ke sektor energi Rusia ternyata dipandu oleh Amerika Serikat. Klaim ini berpotensi meningkatkan eskalasi lebih lanjut antara kekuatan Barat dan Moskow.
Sementara itu, upaya meredakan konflik di Timur Tengah melalui diplomasi global terbukti menemui jalan buntu dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perdamaian Gaza di Sharm el-Sheikh, Mesir.
KTT Gaza Terpecah: Netanyahu Menolak, Malaysia Absen
KTT Gaza yang diprakarsai AS dan Mesir gagal mencapai konsensus, ditandai oleh perpecahan tajam di antara para peserta:
- Penolakan Israel: Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak hadir dalam KTT tersebut dan secara tegas menolak solusi dua negara untuk Palestina. Sikap ini bertentangan dengan sinyal yang ditunjukkan beberapa negara Barat yang dilaporkan mulai mempertimbangkan untuk mengakui Negara Palestina, memperdalam perpecahan diplomatik antara Israel dan sekutunya.
- Malaysia Absen: Kementerian Luar Negeri Malaysia mengonfirmasi ketidakhadiran mereka. Malaysia memilih untuk tidak memberikan dukungan penuh terhadap Rencana Perdamaian yang diumumkan penyelenggara (AS dan Mesir) pada 29 September 2025, menunjukkan adanya keraguan regional terhadap proposal tersebut.
Klaim Kemenangan dan Kontradiksi Pembebasan Tahanan
Di sisi lain, muncul klaim kontroversial terkait pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas. Media Zionis menyebut PM Netanyahu “menyerah” kepada Hamas setelah 2.000 tahanan Palestina dibebaskan, dan Hamas mengklaim diri sebagai pemenang.
Namun, laporan lain menyajikan kontradiksi yang menyakitkan:
- Pelarangan Perayaan: Israel dilaporkan melarang keluarga tahanan Palestina merayakan pembebasan anggota keluarga mereka.
- Deportasi Tahanan: Sebanyak 154 tahanan Palestina yang dibebaskan dideportasi ke negara ketiga, membatasi reunifikasi mereka dengan keluarga di wilayah Palestina.
Kombinasi ketegangan militer di Eropa dan kebuntuan diplomatik di Timur Tengah menegaskan bahwa dunia sedang menghadapi tantangan geopolitik yang semakin kompleks dan saling terkait, di mana solusi damai terhambat oleh perbedaan kepentingan yang mendalam.