Denny Diduga Melakukan Makar, Karena Melawan Putusan MK

Jakarta, Hallaw.com — Mantan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Denny Indrayana telah mengajak masyarakat untuk melawan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023. Denny berpendapat bahwa putusan MK tersebut tidak sah, dengan dasar alasan konflik kepentingan yang melibatkan Ketua MK, Anwar Usman, dalam proses pengambilan putusan tersebut. Denny menyebutkan bahwa hubungan kekeluargaan antara Anwar dan Gibran, yang merupakan bakal calon wakil presiden yang dapat mendaftar karena putusan baru dari MK, memunculkan keraguan akan objektivitas putusan tersebut.

Penting untuk dicatat bahwa permohonan ke MK awalnya diajukan tanpa nama Gibran dan tidak merujuk pada dirinya. Namun, Denny menginterpretasikan adanya konflik kepentingan antara Anwar dan Gibran, yang menurutnya merupakan fitnah yang bisa dikenakan tuntutan hukum berdasarkan Pasal 27(3) Jo Pasal 45(3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang ITE.

Penting untuk diingat bahwa putusan MK memiliki sifat final dan mengikat, sesuai dengan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Hukum Acara Perdata. Ini berarti bahwa setelah diucapkan, putusan MK langsung memiliki kekuatan hukum tetap dan tidak ada upaya hukum yang dapat diajukan melawan putusan tersebut. Ini juga berarti bahwa putusan MK mengikat dan harus ditaati oleh seluruh warga negara, termasuk Presiden, tanpa terkecuali.

Meskipun seseorang bisa memiliki pendapat pribadi tentang suatu putusan MK, menghasut masyarakat untuk melawan atau membangkang terhadap putusan tersebut adalah perilaku yang dapat mengganggu ketertiban hukum. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk menjalani proses hukum yang berlaku dan menghormati putusan MK.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *