Dana Moneter Internasional (IMF) melaporkan bahwa inflasi global menunjukkan tren campuran di tengah meningkatnya tarif perdagangan yang diberlakukan sejumlah negara.
Dalam laporannya, IMF menilai bahwa di Amerika Serikat, dampak kenaikan tarif belum terlalu terasa pada harga konsumen karena banyak perusahaan masih mampu menyerap tambahan biaya tersebut. Namun, kondisi berbeda terlihat di Inggris, Australia, dan India, di mana inflasi “headline” meningkat lebih cepat seiring dengan naiknya harga barang dan jasa.
Sementara itu, di Tiongkok dan beberapa negara Asia lainnya, tekanan inflasi relatif rendah. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh lemahnya permintaan ekspor akibat tarif tinggi dari negara pengimpor, yang membuat harga di dalam negeri tidak terdorong naik signifikan.
IMF juga mencatat bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi global masih stabil di paruh pertama 2025, tanda-tanda perlambatan mulai tampak. Jika tarif perdagangan terus bertahan tinggi, potensi kenaikan harga konsumsi di berbagai negara akan semakin besar, karena perusahaan tidak mungkin selamanya menanggung beban biaya tambahan.
Lembaga tersebut menegaskan bahwa kebijakan moneter akan tetap memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas harga. Jika tekanan dari tarif mulai meluas ke sektor lain, inflasi inti berisiko meningkat, sehingga negara-negara perlu bersiap dengan strategi penyesuaian kebijakan ekonomi yang tepat.