Jakarta – Terjadi perdebatan antara TNI dan Imparsial terkait perwira hukum TNI yang menjadi penasihat hukum dalam persidangan sipil. Adu argumen ini dimulai dari pernyataan Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI, Laksamana Muda (Laksda) Kresno Buntoro, yang mengatakan bahwa perwira hukum TNI bisa menjadi penasihat hukum dalam persidangan. Imparsial menanggapi pernyataan ini dengan kritik, menyebutnya keliru.
Pernyataan Laksda Kresno Buntoro merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 Tahun 1971, yang menyatakan bahwa anggota militer yang bekerja sebagai penasihat hukum dapat menjadi pendamping di pengadilan. Namun, Imparsial mengkritik pemahaman ini, mengatakan bahwa SEMA tersebut telah berulang kali dicabut dan tidak lagi berlaku.
Imparsial juga menegaskan bahwa hak untuk mendapatkan bantuan hukum seharusnya mengacu pada aturan perundang-undangan yang lebih baru, seperti UU Advokat No. 18 Tahun 2003, yang menyatakan bahwa pendamping hukum atau advokat tidak boleh berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara.
Kapuspen TNI, Laksamana Muda (Laksda) Julius Widjojono, memberikan tanggapan atas kritik Imparsial. Ia menyatakan bahwa tidak ada penolakan dari hakim terkait perwira TNI yang menjadi penasihat hukum dalam persidangan. Ia juga mengacu pada Petunjuk Penyelenggaraan Bantuan Hukum di Lingkungan TNI yang memungkinkan perwira hukum TNI untuk memberikan bantuan hukum dalam persidangan.
Kontroversi ini juga melibatkan perbedaan pemahaman mengenai SEMA No. 2 Tahun 1971, di mana Imparsial mengklaim bahwa SEMA tersebut telah dicabut dan tidak lagi berlaku, sedangkan TNI menyebutkan bahwa perwira hukum TNI dapat beracara di pengadilan dengan persyaratan tertentu.
Imparsial mendesak pemerintah untuk merevisi UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, yang dinilai membingungkan dan perlu disesuaikan dengan aturan yang lebih baru. TNI tetap berpendapat bahwa perwira hukum TNI memiliki hak untuk memberikan bantuan hukum dalam persidangan.
Sengketa ini menyoroti perdebatan tentang batasan peran TNI dalam proses hukum sipil dan militer, serta interpretasi yang berbeda mengenai aturan hukum yang berlaku.