Militer Madagaskar Bentuk Komite Transisi, Tolak Tuntutan Presiden yang Dimakzulkan

ANTANANARIVO, MADAGASKAR, 16 Oktober 2025 – Situasi politik di Madagaskar kembali memanas setelah militer negara tersebut mengumumkan pembentukan Komite Transisi untuk mengelola negara. Langkah ini merupakan respons langsung dan penolakan tegas terhadap tuntutan yang diajukan oleh presiden yang baru saja dimakzulkan oleh parlemen.

Aksi militer ini dipandang sebagai upaya untuk mengisi kekosongan kekuasaan dan menjaga stabilitas negara setelah terjadi krisis konstitusional yang mendalam.

 

Sikap Militer dan Pembentukan Komite

 

Militer Madagaskar menyatakan bahwa pembentukan Komite Transisi bertujuan untuk:

  • Memastikan Stabilitas: Mencegah terjadinya kekerasan atau anarki menyusul pemakzulan dan ketegangan politik yang memuncak.
  • Mengawasi Transisi: Menjamin proses transisi kekuasaan berjalan damai hingga pemilihan umum yang baru dapat diselenggarakan.
  • Memulihkan Tatanan: Mengembalikan tatanan konstitusional yang sempat terganggu oleh perselisihan antara cabang-cabang pemerintahan.

Pembentukan Komite ini secara implisit mencerminkan militer mendukung proses pemakzulan yang dilakukan oleh parlemen dan menolak klaim lanjutan atau tuntutan intervensi yang diajukan oleh presiden yang telah kehilangan mandatnya.

 

Penolakan terhadap Tuntutan Presiden yang Dimakzulkan

 

Presiden yang dimakzulkan dikabarkan mengajukan serangkaian tuntutan, termasuk kemungkinan membatalkan pemakzulan, menuntut peran dalam pemerintahan transisi, atau menolak keputusan Mahkamah Konstitusi terkait pemakzulan.

Militer melalui Komite Transisi secara resmi menolak tuntutan-tuntutan ini, menegaskan bahwa:

  1. Keputusan Konstitusional Final: Proses pemakzulan telah melalui jalur konstitusional yang ada (parlemen dan pengesahan oleh Mahkamah Konstitusi), sehingga keputusan tersebut bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat.
  2. Transisi Otoritas Baru: Pemerintahan berada di bawah Komite Transisi yang akan menjalankan fungsi eksekutif sementara, dan tidak ada tempat bagi presiden yang dimakzulkan dalam struktur pemerintahan baru ini.

Komunitas internasional dan organisasi regional seperti Uni Afrika dan Komunitas Pembangunan Afrika Selatan (SADC) saat ini memantau ketat perkembangan di Antananarivo, mendesak semua pihak untuk menahan diri dan menyelesaikan krisis ini sesuai kerangka konstitusional dan demokratis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *