Jakarta – Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta telah memperkuat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang menjatuhkan vonis penjara seumur hidup terhadap Teddy Minahasa. Apa yang menjadi pertimbangan PT DKI Jakarta dalam menguatkan putusan tersebut?
“Pada dasarnya, ada beberapa hal yang dapat diterima oleh majelis dari permohonan banding yang diajukan oleh Terdakwa Teddy Minahasa. Misalnya, ketiadaan bukti jejak digital dalam aplikasi WhatsApp dan kurangnya analisis forensik digital,” kata Binsar Pamopo Pakpahan, pejabat Humas PT DKI, di PT DKI Jakarta, Kamis (6/7/2023).
Dalam sidang tingkat pertama, diketahui bahwa riwayat percakapan antara Teddy dan Dody menjadi perdebatan. Teddy diduga memerintahkan Dody melalui pesan WhatsApp untuk mengganti barang bukti sabu dengan tawas.
Teddy sempat membantah isi pesan tersebut. Pada salah satu sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Kamis (2/3), mantan Kapolda Sumatera Barat tersebut bersikeras bahwa dia mengirimkan pesan dengan kata ‘trawas’ bukan tawas.
Teddy menjelaskan bahwa kata ‘trawas’ merujuk pada sebuah daerah di Mojokerto. Saat itu, Teddy juga mengklaim bahwa dia mengirimkan pesan kepada Dody untuk mengganti barang bukti narkoba agar Dody tidak melaksanakan perintahnya tersebut.
Binsar menjelaskan bahwa majelis hakim PT DKI Jakarta telah mempertimbangkan ketiadaan jejak digital forensik yang jelas terkait perintah menukar barang bukti tersebut. Namun, banding yang diajukan oleh Teddy akhirnya ditolak setelah hakim menemukan perbedaan keterangan dari Teddy ketika dia mengaku ingin menjebak terdakwa Linda Pudjiastuti.
“Namun, perbedaannya adalah pengakuan Terdakwa bahwa dia hanya ingin menjebak Linda. Oleh karena itu, akhirnya banding yang didasarkan pada pembelaan terkait ketiadaan bukti digital forensik menjadi ditolak,” ujar Binsar.
“Dan Pengadilan Tinggi setuju dengan pertimbangan Pengadilan Negeri, terutama terkait unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan kepada Teddy Minahasa,” tambahnya.