Pengusaha Tersangka Korupsi Tambang Nikel di Sultra Senilai Rp 5,7 Triliun, Modus Terungkap!

Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menahan sosok pengusaha terkenal, Windu Aji Sutanto, sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi yang mengguncang industri pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). Pihak kejaksaan mengungkapkan bahwa kerugian negara dalam kasus ini mencapai angka yang menggemparkan, mencapai Rp 5,7 triliun.

Menurut Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, kasus ini sebenarnya sedang diselidiki oleh Kejaksaan Tinggi Sultra. Sebelum Windu Aji Sutanto menjadi tersangka, kejaksaan sudah berhasil menjerat empat orang lainnya terkait dengan kasus ini.

Para tersangka sebelumnya adalah HW, General Manager PT Antam Unit Bisnis Pertambangan Nikel Konawe Utara, AA, Direktur Utama PT Kabaena Kromit Pratama, GL atau GAS, Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining, dan OS, Direktur PT Lawu Agung Mining.

Windu Aji Sutanto, yang disebut sebagai pemilik PT Lawu Agung Mining, diduga terlibat dalam Kerja Sama Operasional (KSO) antara PT Antam dengan PT Lawu Agung Mining, serta beberapa perusahaan daerah di Sulawesi Tenggara.

Menurut Ketut, modus operandi Windu Aji Sutanto adalah dengan menjual hasil tambang nikel dari wilayah IUP PT Antam dengan menggunakan dokumen palsu dari PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain di sekitar Blok Mandiodo. Dokumen palsu ini memperlihatkan seolah-olah nikel tersebut bukan berasal dari PT Antam. Nikel palsu tersebut kemudian dijual ke beberapa smelter di Morosi dan Morowali.

Ketut juga mengungkapkan bahwa praktik korupsi ini berlangsung karena diduga ada pembiaran dari pihak PT Antam. Padahal, menurut perjanjian KSO, semua ore nikel hasil tambang di wilayah IUP PT Antam seharusnya diserahkan ke PT Antam.

“Sementara PT Lawu Agung Mining hanya mendapat upah sebagai kontraktor pertambangan, pada kenyataannya mereka mempekerjakan 39 perusahaan pertambangan sebagai kontraktor untuk melakukan penambangan ore nikel dan menjual hasil tambang dengan menggunakan Rencana Kerja Anggaran Biaya yang ternyata asli tapi palsu,” ungkap Ketut.

Kasus ini menjadi sorotan tajam karena melibatkan dugaan korupsi yang merugikan negara dalam skala besar. Semoga proses hukum yang berjalan dapat mengungkap fakta-fakta lebih lanjut dan memberikan keadilan bagi masyarakat serta negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *