Hukuman Seumur Hidup: Konsep, Penerapan, dan Perbedaannya dengan Hukuman Mati

Jakarta – Hukuman seumur hidup menjadi salah satu sanksi yang diberlakukan bagi pelaku kejahatan yang dianggap berat di Indonesia. Aturan mengenai hukuman ini tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sebagai payung hukum yang mengatur sistem peradilan pidana di negara ini.

Dalam sebuah tulisan berjudul “Kebijakan Tentang Pidana Seumur Hidup Dalam Perundang-Undangan dan Dilihat dari Aspek Tujuan Pemidanaan,” aturan mengenai hukuman seumur hidup ini diterapkan pada pelaku kejahatan yang tergolong serius. Rincian mengenai penerapan sanksi ini tercantum dalam Buku II KUHP.

Namun, penting untuk memahami bahwa hukuman seumur hidup bukanlah sebuah kurungan dengan durasi sesuai dengan usia pelaku. Sebuah artikel dalam jurnal “Gema Keadilan” yang berjudul “Pidana Seumur Hidup, Konfigurasi Dilematis Antara Hukuman atau Kemanusiaan” menjelaskan bahwa hukuman seumur hidup adalah sanksi penjara hingga akhir hayat. Pasal yang mengatur mengenai hukuman penjara seumur hidup terdapat dalam Pasal 12 ayat (1) KUHP.

Penerapan hukuman seumur hidup ini berlaku untuk kelompok kejahatan tertentu, antara lain:

  1. Kejahatan terhadap keamanan negara: Pasal 104, 106, 107 (2), 108 (2), 124 (2), 124 (3).
  2. Kejahatan terhadap negara: Pasal 140 (3).
  3. Kejahatan yang membahayakan kepentingan umum: Pasal 187 ayat (3), 198 ayat (2), 200 ayat (3), 202 (2), 204 (2).
  4. Kejahatan terhadap nyawa: Pasal 339, 340.
  5. Kejahatan pencurian: Pasal 365 ayat (4).
  6. Kejahatan pemerasan dan pengancaman: Pasal 368 ayat (2).
  7. Kejahatan pelayaran: Pasal 444.
  8. Kejahatan penerbangan: Pasal 479f sub b.

Namun, terdapat ketentuan-ketentuan mengenai lamanya hukuman seumur hidup. Berdasarkan KUHP, penerapan hukuman ini memiliki beberapa aspek, antara lain:

  1. Pidana penjara seumur hidup atau dalam waktu tertentu.
  2. Durasi waktu tertentu minimal 1 hari dan maksimal 15 tahun secara berurutan.
  3. Penjara selama 20 tahun dapat diterapkan jika hakim dapat memilih antara vonis mati, hukuman penjara seumur hidup, atau penjara dalam waktu tertentu.
  4. Durasi penjara dalam waktu tertentu tidak boleh melebihi 20 tahun.

Hal ini seringkali menimbulkan salah persepsi di masyarakat mengenai lamanya pelaksanaan hukuman seumur hidup. Sebagai contoh, jika seorang terpidana berusia 21 tahun, apakah dia harus menjalani penjara sesuai dengan usianya saat itu? Jika demikian, keputusan tersebut bertentangan dengan KUHP.

Hal serupa juga dapat terjadi pada terpidana berusia 18 tahun. Jika keputusan hakim menetapkan hukuman kurungan selama 18 tahun, apakah ini dianggap sebagai hukuman seumur hidup atau sesuai usianya? Kurungan selama 18 tahun tidak bertentangan dengan KUHP.

Dalam konteks ini, logika yang digunakan adalah bahwa terpidana akan menjalani sanksi selama hidupnya. Hukuman berupa kurungan penjara baru berakhir jika terpidana meninggal dunia. Pandangan ini sesuai dengan penjelasan dari pakar hukum Roeslan Saleh dan Achmad Ali.

Namun, perlu dicatat bahwa terpidana yang dijatuhi hukuman seumur hidup masih memiliki peluang untuk mendapatkan kebebasan melalui upaya hukum yang bersifat istimewa, yaitu:

  1. Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan ke Mahkamah Agung (MA).
  2. Kasasi yang diajukan ke Jaksa Agung.
  3. Grasi yang diputuskan oleh Presiden Republik Indonesia.

Jika upaya hukum tersebut berhasil, terpidana dapat memperoleh keringanan hukuman, seperti remisi atau program integrasi sosial seperti Cuti Bersyarat (CB), Pembebasan Bersyarat (PB), asimilasi, atau grasi.

Demikianlah penjelasan mengenai hukuman seumur hidup, termasuk perbedaannya dengan hukuman mati. Dengan pemahaman ini, diharapkan kamu memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai topik ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *